Rabu, 03 Mei 2017

Penjelasan UU No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 8 Ayat 1-3

Undang-Undang Telekomunikasi (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi) adalah undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan dan aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh seluruh penyelenggara dan pengguna telekomunikasi di Indonesia.  Hal itu mencakup tentang asas & tujuan telekomunikasi, hak dan kewajiban penyelenggara dan pengguna telekomunikasi, penomoran, interkoneksi, tarif, dan perangkat telekomuniasi, juga ketentuan pidana dan sanksi.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 8

(1)Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
c. badan usaha swasta
d. koperasi.
(2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan
b. instansi pemerintan
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penerapan

Siaran Pers No. 21/PIH/KOMINFO/2/2010
Kekhawatiran Terhadap Potensi Dampak Perobohan Menara Telekomunikasi di Badung – Bali Bagi Kelangsungan Layanan Publik, Perkembangan Pariwisata dan Stabilitas Keamanan Setempat

(Jakarta, 7 Pebruari 2010). Setelah selesai dibahas dan diformulasikan internal di minggu pertama bulan Pebruari 2010, Kementerian Kominfo hanya dalam beberapa hari ke depan akan melayangkan surat resmi ke Kementerian Dalam Negeri terkait dengan perkembangan terakhir masalah perobohan atas minimal sebanyak 31 menara telekomunikasi yang di dalamnya terdapat 84 BTS yang terjadi di Kabupaten Badung pada awal Pebruari 2010 dengan alasan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berdasarkan Perda Provinsi Tingkat I Nomor 4/PD/DPRD/1974 tentang Bangun-Bangunan, yang sesungguhnya tidak mengatur tentang kewajiban memiliki IMB dalam pendirian menara telekomunikasi. Surat ini akan merupakan surat resmi kedua yang dikirimkan oleh Menteri Kominfo, karena sekitar setahun yang lalu atau tepatnya pada tanggal 16 Pebruari 2009 Menteri Kominfo Mohammad Nuh telah mengirimkan surat No. 75/M.KOMINFO/2/2009 perihal penghentian pembongkaran menara telekomunikasi di Kabupaten Badung. Surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Mardiyanto itu pada intinya adalah memohon Menteri Dalam Negeri agar berkenan menginstruksikan Bupati Badung untuk menghentikan sementara pembongkaran merana telekomunikasi di Kabupaten Badung sampai dengan adanya penyelesaian permasalahan tersebut dan kepastian hukum yang jelas. Pada saat itu yang menjadi salah satu dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Khusus untuk pengiriman surat kali ini substansinya jauh lebih serius dan dengan penanganan yang sangat khusus, karena selainKomisi 1 DPR-RI dalam rapatnya dengan Kementerian Kominfo pada tanggal 1 Pebruari 2010 telah mendesak Kementerian Kominfo untuk segera mencegah perobohan sepihak atas sejumlah menara telekomunikasi di Kabupaten Badung, juga karena jika hal tersebut dibiarkan akan berdampak sebagai berikut:
  1. Dikhawatirkan akan segera diikuti oleh sejumlah daerah lain di seluruh Indonesia dengan tanpa mengindahkan keberadaanPeraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009. Meskipun demikian, ada juga beberapa daerah lain yang cukup elegan dan komprehensif dalam penyelesaian masalah menara telekomunikasi seperti di Jakarta dan juga Yogyakarta.
  2. Dikhawatirkan akan mengganggu pelayanan telekomunikasi di Kabupaten Badung dan sekitarnya. Sebagai gambaran, pada saat terjadi masalah perobohan menara telekomunikasi di Kabupaten Badung di akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009 terdapat sebanyak 148 menara telekomunikasi yang eksisting dimana sekitar 12 di antaranya telah dirobohkan. Sedang pada awal tahun 2010 terdapat sekitar 200 menara telekomunikasi yang eksisting, dan tercatat yang telah diorobohkan adalah sebanyak 31 menara telekomunikasi dan 84 BTS. Seandainya perobohan tersebut terus berlangsung, dikhawatirkan jumlah yang dirobohkan akan terus bertambah dan akan mengganggu kualitas layanan telekomunikasi di sejumlah titik tertentu di kawasan daerah tersebut dengan indikasi lemahnya sinyal atau bahkan hilangnya sinyal sama sekali. Kementerian Kominfo sejak awalmerebaknya masalah tersebut di awal tahun 2009 telah mendesak para penyelenggara telekomunikasi untuk tidak bersikap emosional dengan cara mematikan BTS di Kabupaten Badung sebagai tanda protes, yaitu dengan cara memanfaatkan menara yang terdekat yang dirobohkan agar tidak ada area yang tidak terjangkau. Himbauan Kementerian Kominfo dipatuhi sepenuhnya oleh para penyelenggara telekomunikasi. Tetapi dengan kejadian terakhir ini, memang penyelenggara telekomunikasi tidak melakukan sikap protes, namun secara otomatis di beberapa titik tertentu yang menaranya tidak berfungsi lagi saat ini telah terjadi kelangkaan sinyal layanan telekomunikasi.
  3. Kemungkinan merebaknya di beberapa titik tertentu yang semula ada sinyal layanan telekomunikasinya namun secara tiba-tiba tidak terjangkau layanannya akan berpotensi menimbulkan class action dari masyarakat khususnya pengguna layanan telekomunikasi nirkabel, karena para penyelenggara telekomunikasi ini akan dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 17 yang menyebutkan, bahwa penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip: a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna; b. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan c. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana. Ketentuan lain yang dapat dijadikan dasar hukum adalah PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khususnya Pasal 7, yang menyebutkan, bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya. Dan juga Pasal 15, yang menyebutkan, bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas jasa telekomunikasi yang baik. Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan tersebut diatur pada Pasal 95, yang menyebutkan, bahwa pelanggaran terhadap (di antaranya) Pasal 7 dan 15 dikekenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin. Meskipun kasus perobohan menara telekomunikasi tidak sepenuhnya kesalahan penyelenggara telekomunikasi, namun dikhawatirkan mudah memicu sebagian pengguna layanan telekomunikasi untuk melakukan class action. Itulah sebabnya keterangan pemerintah ini perlu disampaikan untuk menghindari kemungkinan terjadinya class action, karena bukan semata-mata kesalahan penyelenggara telekomunikasi. Di samping itu, Pasal 68 ayat (2) menyebutkan, bahwa penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaianya.
  4. Dikhawatirkan akan mengganggu pelayanan publik di daerah tersebut dan mudah mendorong masyarakat umum untuk menyampaikan pengaduan mengingat layanan telekomunikasi termasuk ruang lingkup pelayanan yang wajib diselenggarakan sebagaimana diatur di UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (yang mulai berlaku sejak tanggal 18 Juli 2009), khususnya Pasal 5 ayat (2), yang menyebutkan, bahwa ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
  5. Dikhawatirkan akan menggangu kenyamanan layanan pariwisata, khususnya wisatawan asing yang dating ke daerah Badung, khususnya pada saat menggunakan layanan telekomunikasi atas dasar buruknya kualitas layanan telekomunikasi yang tersedia. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan mengganggu usaha kerja keras pemerintah untuk meningkatkan kedatangan wisata asing ke Bali yang pintu gerbangnya terutama melalui Kabupaten Badung. Apalagi sejumlah sarana strategis dan obyek vital pariwisata justru banyak berada di Kabupaten Badung.
  6. Dikhawatirkan akan mengganggu koordinasi aparat keamanan dalam menjaga stabilitas keamanan di Bali dan khususnya Kabupaten Badung dari kemungkinan ancaman pihak-pihak tertentu yang akan melakukan aksi gangguan keamanan pada saat aparat keamanan saling berkomunikasi menggunakan layanan seluler dan Fixed Wireless Access.
Sesungguhnya bukan hanya Kementerian Kominfo saja yang sudah pernah mengirimkan surat kepada Bupati Badung, karena Ketua KPPU pada tanggal 18 Juni 2009 pernah mengirimkan surat kepada Bupati Badung No. 408/K/VI/2009 perihal Saran dan Pertimbangan KPPU terkait Kebijakan Pembangunan Menara Telekomunikasi Terpadu, yang isinya antara lain meminta Bupati Badung untuk melakukan penyempurnaan Perda No. 6/2008 dan segera mencabut hak eksklusif PT. BTS serta mengizinkan menara telekomunikasi eksisting dan penyedia menara lainnya menjadi pengelola menara telekomunikasi bersama di Kabupaten Badung selama memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, berdasarkan temuan di lapangan telah terdapat pula surat Menteri Dalam Negeri (yang ditanda-tangani oleh Sekjen Kementerian dalam Negeri atas nama Menteri Dalam Negeri) No. 188.342/4331/SJ tanggal 8 Desember 2009 perihal Klarifikasi Perda yang isinya antara lain meminta Bupati Badung untuk melakukan penyempurnaan Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Penataan, Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung, karena di dalam surat tersebut di antaranya disebutkan, bahwa Perda No. 6 Tahun 2008 tersebut bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009 .
Tidak ada maksud Kementerian Kominfo untuk bersikap sepihak dalam penuntasan masalah pendirian menara telekomunikasi baik di Kabupaten Badung maupun yang kemungkinan terjadi di daerah-daerah lain. Bagi Kementerian Kominfo:
  1. Sangat mendukung sepenuhnya penataan menara telekomunikasi di berbagai daerah dan itulah spirit utama yang melatar-belakangi diberlakukannya Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009 .
  2. Oleh sebab itu, seandainya di lapangan ternyata ditemu-kenali, bahwa kesalahan ada pada penyelenggara telekomunikasidengan dugaan membiarkan menara telekomunikasi berfungsi tanpa izin yang berlaku, sudah barang tentu secara tegas Kementerian Kominfo akan berpihak pada Bupati Badung untuk melakukan penertiban, karena selama ini Kementerian Kominfo pun sangat tegas tanpa kompromi dalam melakukan penertiban menara telekomunikasi yang berfungsi tanpa memiliki ISR (Izin Stasiun Radio) dan bahkan hasil penertibannya diumumkan secara terbuka berikut foto-foto menaranya yang pernah tidak memiliki ISR untuk diketahup masyarakat umum.
  3. Akan tetapi, berdasarkan laporan ATSI dan sejumlah penyelenggara telekomunikasi dalam pertemuan di Kementerian Kominfo pada tanggal 3 Pebruari 2010, pada dasarnya mereka sudah memiliki izin operasional dan izin operasional bersyarat.
  4. Itulah sebabnya Kementerian Kominfo menganggap sangat serius masalah ini dan surat tembusannya akan dikirimkan juga di antaranya kepada ketiga Menko, Kapolri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
  5. Sangat terbuka seperti sejak awal tahun 2009 untuk mengadakan dialog dengan berbagai pihak secara obyektif.
  6. Untuk Pemda Badung dan Pemda lainnya diingatkan juga untuk tidak memaksakan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan Menara meski ada satu sekalipun persyaratannya belum terpenuhi sebagaimana diatur di dalam Peraturan Bersama. Persyaratan yang pada umumnya sering dikeluhkan oleh warga masyarakat kepada Kementerian Kominfo hampir setiap minggu sampai dengan saat ini adalah tentang izin persetujuan dari warga setempat dimana sebagian warga mengeluhkan karena ada beberapa Perda yang tidak mensaratkan hal tersebut. Ini jelas melanggar Pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan: Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: (di antaranya) butir g: persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian menara. Ketentuan ini sebelumnya tidak diatur di Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Masih terkait dengan masalah perobohan menara telekomunikasi di Badung tersebut, melalui Siaran Pers ini Kementerian Kominfo juga mengingatkan kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi untuk tidak terlalu berlebihan sekali dalam bersaing mempromosikan layanan telekomunikasi masing-masing. Himbauan dan sekaligus keprihatinan ini telah disampaikan kepada sejumlah penyelenggara telekomunikasi yang menghadiri pertemuan pada tanggal 3 Pebruari 2010 tersebut. Kementerian Kominfo menyadari sepenuhnya, bahwa inisiatif promosi permasaran dalam skala sebesar apapun adalah sepenuhnya kewenangan para penyelenggara telekomunikasi dan Kementerian Komingfo tidak memiliki kewenangan atau dasar hukum apapun untuk melakukan pembatasan. Maksud utama yang ingin disampaikan oleh Kementerian Kominfo adalah agar seandainya persaingan promosi yang cenderung terlalu demonstrative di seluruh wilayah Indonesia ini terus dilakukan, maka mudah menimbulkan persepsi di kalangan Pemda, bahwa dana operasional dan keuntungan yang diperoleh oleh penyelenggara telekomunikasi sangat berlebihan, sehingga ada alasan bagi Pemda untuk turut menikmati fluktuasi dinamika industri telekomunikasi tersebut.

 

Daftar Pusaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar