Undang-Undang
Telekomunikasi (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi) adalah undang-undang yang
mengatur tentang penyelenggaraan dan aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh
seluruh penyelenggara dan pengguna telekomunikasi di Indonesia. Hal
itu mencakup tentang asas & tujuan telekomunikasi, hak dan kewajiban
penyelenggara dan pengguna telekomunikasi, penomoran, interkoneksi, tarif, dan
perangkat telekomuniasi, juga ketentuan pidana dan sanksi.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban
Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 8
(1)Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: a. Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
b. Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD)
c. badan usaha swasta
d. koperasi.
(2) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c,
dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan
b. instansi pemerintan
c. badan hukum selain
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi.
(3) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penerapan
Siaran Pers No. 21/PIH/KOMINFO/2/2010
Kekhawatiran Terhadap Potensi Dampak Perobohan Menara Telekomunikasi di Badung
– Bali Bagi Kelangsungan Layanan Publik, Perkembangan Pariwisata dan
Stabilitas Keamanan Setempat
(Jakarta,
7 Pebruari 2010). Setelah selesai dibahas dan diformulasikan internal di
minggu pertama bulan Pebruari 2010, Kementerian Kominfo hanya dalam beberapa
hari ke depan akan melayangkan surat resmi ke Kementerian Dalam Negeri terkait
dengan perkembangan terakhir masalah perobohan atas minimal sebanyak 31 menara
telekomunikasi yang di dalamnya terdapat 84 BTS yang terjadi di Kabupaten
Badung pada awal Pebruari 2010 dengan alasan tidak memiliki Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) berdasarkan Perda Provinsi Tingkat I Nomor 4/PD/DPRD/1974
tentang Bangun-Bangunan, yang sesungguhnya tidak mengatur tentang kewajiban
memiliki IMB dalam pendirian menara telekomunikasi. Surat ini akan merupakan
surat resmi kedua yang dikirimkan oleh Menteri Kominfo, karena sekitar setahun
yang lalu atau tepatnya pada tanggal 16 Pebruari 2009 Menteri Kominfo Mohammad
Nuh telah mengirimkan surat No. 75/M.KOMINFO/2/2009 perihal penghentian
pembongkaran menara telekomunikasi di Kabupaten Badung. Surat yang ditujukan
kepada Menteri Dalam Negeri Mardiyanto itu pada intinya adalah memohon Menteri
Dalam Negeri agar berkenan menginstruksikan Bupati Badung untuk menghentikan sementara
pembongkaran merana telekomunikasi di Kabupaten Badung sampai dengan adanya
penyelesaian permasalahan tersebut dan kepastian hukum yang jelas. Pada saat
itu yang menjadi salah satu dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Khusus untuk pengiriman surat kali ini substansinya jauh lebih serius dan dengan penanganan yang
sangat khusus, karena selainKomisi 1 DPR-RI dalam rapatnya dengan Kementerian
Kominfo pada tanggal 1 Pebruari 2010 telah mendesak Kementerian Kominfo untuk
segera mencegah perobohan sepihak atas sejumlah menara
telekomunikasi di Kabupaten Badung, juga karena jika hal tersebut
dibiarkan akan berdampak sebagai berikut:
- Dikhawatirkan akan segera
diikuti oleh sejumlah daerah lain di seluruh Indonesia dengan tanpa mengindahkan
keberadaanPeraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan
Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009, No.
19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009. Meskipun
demikian, ada juga beberapa daerah lain yang cukup elegan dan komprehensif
dalam penyelesaian masalah menara telekomunikasi
seperti di Jakarta dan juga Yogyakarta.
- Dikhawatirkan akan
mengganggu pelayanan telekomunikasi di Kabupaten Badung dan sekitarnya. Sebagai gambaran, pada saat
terjadi masalah perobohan menara telekomunikasi di Kabupaten Badung di
akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009 terdapat sebanyak 148 menara
telekomunikasi yang eksisting dimana sekitar 12 di antaranya telah
dirobohkan. Sedang pada awal tahun 2010 terdapat sekitar 200 menara
telekomunikasi yang eksisting, dan tercatat yang telah diorobohkan adalah
sebanyak 31 menara telekomunikasi dan 84 BTS. Seandainya perobohan
tersebut terus berlangsung, dikhawatirkan jumlah yang dirobohkan akan
terus bertambah dan akan mengganggu kualitas layanan telekomunikasi di
sejumlah titik tertentu di kawasan daerah tersebut dengan indikasi
lemahnya sinyal atau bahkan hilangnya sinyal sama sekali. Kementerian
Kominfo sejak awalmerebaknya masalah tersebut di
awal tahun 2009 telah mendesak para penyelenggara
telekomunikasi untuk tidak
bersikap emosional dengan cara mematikan BTS di Kabupaten Badung sebagai
tanda protes, yaitu dengan cara memanfaatkan menara yang terdekat
yang dirobohkan agar tidak ada area yang tidak terjangkau. Himbauan
Kementerian Kominfo dipatuhi sepenuhnya oleh para penyelenggara telekomunikasi.
Tetapi dengan kejadian terakhir ini, memang penyelenggara telekomunikasi tidak melakukan sikap protes,
namun secara otomatis di beberapa titik tertentu yang menaranya tidak
berfungsi lagi saat ini telah terjadi kelangkaan sinyal layanan telekomunikasi.
- Kemungkinan merebaknya di
beberapa titik tertentu yang semula ada sinyal layanan telekomunikasinya
namun secara tiba-tiba tidak terjangkau layanannya akan berpotensi
menimbulkan class action dari
masyarakat khususnya
pengguna layanan telekomunikasi nirkabel, karena para penyelenggara
telekomunikasi ini akan dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, khususnya Pasal 17 yang menyebutkan, bahwa
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan
prinsip: a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua
pengguna; b. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi;
dan c. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
prasarana. Ketentuan lain yang dapat dijadikan dasar hukum adalah PP No. 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi, khususnya Pasal 7, yang
menyebutkan, bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin
terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya.
Dan juga Pasal 15, yang menyebutkan, bahwa penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin
kualitas jasa telekomunikasi yang baik. Sanksi terhadap pelanggaran
ketentuan tersebut diatur pada Pasal 95, yang menyebutkan, bahwa
pelanggaran terhadap (di antaranya) Pasal 7 dan 15 dikekenakan sanksi
administrasi berupa pencabutan izin. Meskipun kasus perobohan menara
telekomunikasi tidak sepenuhnya kesalahan penyelenggara telekomunikasi,
namun dikhawatirkan mudah memicu sebagian pengguna layanan telekomunikasi
untuk melakukan class action. Itulah sebabnya keterangan pemerintah ini
perlu disampaikan untuk menghindari kemungkinan terjadinya class action,
karena bukan semata-mata kesalahan penyelenggara telekomunikasi. Di
samping itu, Pasal 68 ayat (2) menyebutkan, bahwa penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian
tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaianya.
- Dikhawatirkan akan
mengganggu pelayanan publik di daerah tersebut dan mudah mendorong masyarakat
umum untuk menyampaikan pengaduan mengingat layanan telekomunikasi
termasuk ruang lingkup pelayanan yang wajib diselenggarakan sebagaimana
diatur di UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (yang mulai berlaku sejak tanggal 18 Juli
2009), khususnya Pasal 5 ayat (2), yang menyebutkan, bahwa ruang lingkup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran,
pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan
hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber
daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
- Dikhawatirkan akan
menggangu kenyamanan layanan pariwisata, khususnya wisatawan asing yang dating ke daerah
Badung, khususnya pada saat menggunakan layanan telekomunikasi atas dasar
buruknya kualitas layanan telekomunikasi yang tersedia. Kondisi tersebut
dikhawatirkan akan mengganggu usaha kerja keras pemerintah untuk
meningkatkan kedatangan wisata asing ke Bali yang pintu gerbangnya
terutama melalui Kabupaten Badung. Apalagi sejumlah sarana strategis dan
obyek vital pariwisata justru banyak berada di Kabupaten Badung.
- Dikhawatirkan akan
mengganggu koordinasi aparat keamanan dalam menjaga stabilitas keamanan di Bali dan khususnya
Kabupaten Badung dari kemungkinan ancaman pihak-pihak tertentu yang akan
melakukan aksi gangguan keamanan pada saat aparat keamanan saling
berkomunikasi menggunakan layanan seluler dan Fixed Wireless Access.
Sesungguhnya bukan hanya Kementerian Kominfo saja
yang sudah pernah mengirimkan surat kepada Bupati Badung, karena Ketua KPPU pada tanggal 18 Juni 2009 pernah
mengirimkan surat kepada Bupati Badung No. 408/K/VI/2009 perihal Saran dan
Pertimbangan KPPU terkait Kebijakan Pembangunan Menara Telekomunikasi Terpadu,
yang isinya antara lain meminta Bupati Badung untuk melakukan penyempurnaan
Perda No. 6/2008 dan segera mencabut hak eksklusif PT. BTS serta mengizinkan
menara telekomunikasi eksisting dan penyedia menara lainnya menjadi pengelola
menara telekomunikasi bersama di Kabupaten Badung selama memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, berdasarkan temuan
di lapangan telah terdapat pula surat
Menteri Dalam Negeri (yang ditanda-tangani oleh Sekjen Kementerian dalam Negeri
atas nama Menteri Dalam Negeri) No. 188.342/4331/SJ tanggal 8 Desember 2009
perihal Klarifikasi Perda yang isinya antara lain meminta Bupati Badung untuk melakukan
penyempurnaan Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Penataan, Pembangunan dan
Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung, karena di
dalam surat tersebut di antaranya disebutkan, bahwa Perda No. 6 Tahun 2008
tersebut bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009,
No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009 .
Tidak ada maksud Kementerian Kominfo untuk bersikap sepihak
dalam penuntasan masalah pendirian menara telekomunikasi baik di Kabupaten
Badung maupun yang kemungkinan terjadi di daerah-daerah lain. Bagi Kementerian
Kominfo:
- Sangat mendukung sepenuhnya penataan menara
telekomunikasi di berbagai daerah dan itulah spirit utama yang
melatar-belakangi diberlakukannya Peraturan Menteri Kominfo No.
2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara
Bersama Telekomunikasi dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan
Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009, No.
19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009 .
- Oleh sebab itu, seandainya di lapangan ternyata
ditemu-kenali, bahwa kesalahan ada pada penyelenggara
telekomunikasidengan dugaan membiarkan menara telekomunikasi
berfungsi tanpa izin yang berlaku,
sudah barang tentu secara tegas Kementerian Kominfo akan berpihak pada
Bupati Badung untuk melakukan penertiban, karena selama ini Kementerian
Kominfo pun sangat tegas tanpa kompromi dalam melakukan penertiban menara
telekomunikasi yang berfungsi tanpa memiliki ISR (Izin Stasiun Radio) dan
bahkan hasil penertibannya diumumkan secara terbuka berikut foto-foto menaranya
yang pernah tidak memiliki ISR untuk diketahup masyarakat umum.
- Akan tetapi, berdasarkan laporan ATSI dan sejumlah
penyelenggara telekomunikasi dalam pertemuan di Kementerian Kominfo pada
tanggal 3 Pebruari 2010, pada dasarnya mereka sudah memiliki izin
operasional dan izin operasional bersyarat.
- Itulah sebabnya Kementerian Kominfo menganggap
sangat serius masalah ini dan surat tembusannya akan dikirimkan juga di
antaranya kepada ketiga Menko, Kapolri dan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata.
- Sangat terbuka seperti sejak awal tahun 2009 untuk
mengadakan dialog dengan berbagai pihak secara obyektif.
- Untuk Pemda Badung dan Pemda lainnya diingatkan juga
untuk tidak memaksakan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan Menara meski
ada satu sekalipun persyaratannya belum terpenuhi sebagaimana diatur di
dalam Peraturan Bersama. Persyaratan yang pada umumnya sering dikeluhkan oleh warga masyarakat
kepada Kementerian Kominfo hampir setiap minggu sampai dengan saat ini
adalah tentang izin persetujuan dari warga setempat dimana sebagian warga
mengeluhkan karena ada beberapa Perda yang tidak mensaratkan hal tersebut.
Ini jelas melanggar Pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan: Persyaratan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: (di
antaranya) butir g: persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai
dengan ketinggian menara. Ketentuan ini sebelumnya tidak diatur di Peraturan Menteri Kominfo No.
2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara
Bersama Telekomunikasi.
Masih terkait dengan masalah perobohan menara
telekomunikasi di Badung tersebut, melalui Siaran Pers ini Kementerian Kominfo
juga mengingatkan kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi untuk tidak
terlalu berlebihan sekali dalam bersaing mempromosikan layanan telekomunikasi
masing-masing. Himbauan dan sekaligus keprihatinan ini telah disampaikan kepada
sejumlah penyelenggara telekomunikasi yang menghadiri pertemuan pada tanggal 3
Pebruari 2010 tersebut. Kementerian Kominfo menyadari sepenuhnya, bahwa inisiatif
promosi permasaran dalam skala sebesar apapun adalah sepenuhnya kewenangan para
penyelenggara telekomunikasi dan Kementerian Komingfo tidak memiliki kewenangan
atau dasar hukum apapun untuk melakukan pembatasan. Maksud utama yang ingin
disampaikan oleh Kementerian Kominfo adalah agar seandainya persaingan promosi
yang cenderung terlalu demonstrative di
seluruh wilayah Indonesia ini terus dilakukan, maka mudah menimbulkan persepsi
di kalangan Pemda, bahwa dana operasional dan keuntungan yang diperoleh oleh
penyelenggara telekomunikasi sangat berlebihan, sehingga ada alasan bagi Pemda
untuk turut menikmati fluktuasi dinamika industri telekomunikasi tersebut.
Daftar Pusaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar